Larantuka - Pertama kali catatan penggunaan hosti ditemukan dalam tulisan
St. Epiphanus di abad ke -4, namun hal penggunaan ini sudah mulai ditemukan dalam gambar-gambar di katakomba (gereja bawah tanah Roma di abad-abad awal). Memang mengenai bentuk dan ukuran-nya bervariasi dan berangsur-angsur disamakan, dan karenanya ada beberapa perbedaan sesuai dengan tempat dimana diadakan perjamuan Ekaristi.
Konsili pertama yang berusaha menyeragamkan hosti ini diadakan di Arles tahun 554, yang menganjurkan para uskup untuk menggunakan hosti yang sama yang digunakan di Arles. Maka menurut catatan Mabilon, sejak abad ke- 6, hosti yang digunakan adalah kecil, tipis dan putih, seperti yang kita kenal sekarang. Dan sejak abab ke-8, penggunaan hosti ini menjadi semakin umum. Lebih lanjut, silakan membaca mengenai hosti ini di link ini, silakan klik.
Memang ibadah
Gereja Orthodox memakai jenis roti yang lain (umumnya roti biasa/ leavened bread). Hal leavened/ leavened bread ini memang harus diakui sebagai hal disipliner, dan bukan doktrinal. Sebab memang tak bisa dipastikan jenis roti yang dipakai oleh Yesus dalam Perjamuan Terakhir. (Ada yang mengatakan roti tak beragi, seperti roti yang dimakan pada perjamuan Paska Israel, tetapi ada juga yang mengatakan ‘leavened’ bread biasa). Gereja Katolik tetap mengakui dan menghormati tradisi beberapa Gereja Timur yang memakai jenis roti yang berbeda; namun doktrin yang dipegang tetap sama, kehadiran Yesus dalam Ekaristi kudus.
Maka yang penting adalah doktrin bahwa setelah konsekrasi roti/ hosti tersebut berubah menjadi Tubuh Kristus. Memang menurut
Gereja Latin bentuk yang licit adalah hosti, sedangkan menurut beberapa Gereja Timur seperti Byzantine ataupun Orthodox adalah roti ‘
leavened’.
Maka melihat alasan tradisinya masing-masing, maka menurut Gereja Latin pemakaian unleavened bread adalah sesuai dengan jenis yang dipakai oleh Yesus sendiri pada waktu Perjamuan Terakhir, walau kemudian bentuk dan ukurannya disesuaikan demi kepraktisan. Tentu dengan menggunakan hosti, resiko “remah- remah” roti yang terbuang menjadi lebih kecil. Sebab kita umat Katolik percaya bahwa setelah konsekrasi, seluruh hosti, termasuk partikel-partikelnya yang terkecil sekalipun diubah menjadi Tubuh Kristus. Dengan demikian, secara obyektif kita mengetahui, bahwa jika untuk dibagikan kepada umat yang jumlahnya banyak, maka pemakaian hosti seperti sekarang memang terlihat lebih baik (d
ari pada roti beragi biasa ataupun roti tak beragi yang bentuknya bundar/ persegi dan besar); dalam hal mengurangi resiko tercecernya remah-remah tersebut.
Terus terang dalam hal lebih baik atau tidaknya, sebaiknya, menurut saya, kita serahkan kepada pihak otoritas Gereja. Mereka pasti sudah mempertimbangkannya masak-masak demi kepentingan Gereja secara universal, tentang bagaimana pengadaannya, atau untuk menyediakan hosti pada daerah terpencil, dst, sehingga diputuskan penggunaan hosti seperti sekarang. Yang lebih terpenting di sini adalah prinsipnya, yaitu roti tak beragi, untuk dibagikan kepada umat, dan sedapat mungkin menghindari adanya remah-remah yang tercecer.
Sumber: Situs Katolisitas